MYANMAR, kini.co.id – Myanmar menghambat masuknya seluruh badan bantuan PBB untuk mendistribusikan kebutuhan pokok seperti bahan makanan, air bersih dan obat-obatan kepada warga sipil yang putus asa di tengah-tengah kampanye militer berdarah di Myanmar.
Dilansir melalui Guardian Senin (4/9), bantuan dari PBB tersebut tertahan di sebelah utara Negara Bagian Rakhine setelah kelompok militan menyerang Pasukan Pemerintah pada 25 Agustus, pasukan tentara kemudian menanggapi penyerangan tersebut dengan serangan balasan yang memakan korban ratusan orang.
Kantor Koordinator Residen PBB di Myanmar mengatakan kepada Guardian bahwa distribusi bantuan ditangguhkan karena situasi keamanan dan larangan kunjungan lapangan oleh pemerintah yang membuat mereka tidak dapat mengirimkan bantuan.
Hal tersebut menggambarkan sikap pihak berwenang yang enggan memberikan izin bagi PBB untuk beroperasi.
“PBB berada dalam kontak dekat dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa operasi kemanusiaan dapat dilanjutkan sesegera mungkin,” katanya.
Alternatif yang saat ini dilakukan adalah mengirimkan bala bantuan melalui sisi lain dari Negara Bagian Rakhine.
Dalam bentuk kekerasan paling mematikan selama beberapa dekade terakhir di wilayah tersebut, militer dituduh melakukan kekejaman terhadap minoritas Muslim Rohingya yang teraniaya.
Puluhan ribu diantaranya telah meninggalkan desa-desa yang dibakar ke negara tetangga, Bangladesh.
Staff dari badan PBB terkait pengungsi (UNHCR), United Nations Population Fund (UNFPA), dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), tidak bisa melakukan kerja lapangan di bagian utara Rakhine selama lebih dari satu pekan.
Pembatasan distribusi bantuan yang menyangkut penyelamatan masyrakat akan memberikan pengaruh terhadap mayoritas Buddha yang miskin serta Rohingya.
Program Pangan Dunia PBB (World Food Programme) mengatakan bahwa pihaknya juga harus menunda distribusi ke sisi lain negara bagian Rakhine sehingga berdampak pada seperempat juta orang tanpa akses terhadap bahan makanan.
16 organisasi bantuan non-pemerintahan, termasuk Oxfam dan Save the Children, juga mengeluhkan bahwa pemerintah Myanmar telah membatasi akses mereka menuju wilayah konflik.
Pierre Peron, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di Myanmar, mengatakan organisasi kemanusiaan saat ini sangat prihatin dengan nasib ribuan orang yang terkena dampak kekerasan yang terus berlanjut.
Pengungsi yang telah sampai di Bangladesh selama sepekan terakhir menceritakan kisah-kisah mengerikan tentang pembantaian di desa-desa yang dikatakan digrebek dan dibakar oleh tentara. []